Konsistensi Hanyalah Daya Tarik Bagi Mereka yang Takut Perubahan
Sering kali aku mendapatkan komentar, baik secara langsung maupun tersirat, yang mempertanyakan mengapa artikel-artikel yang kutulis di blog ini tidak selalu sejalan. Mengapa yang kutulis minggu lalu bisa bertentangan dengan apa yang kutulis hari ini? Kenapa tidak membangun satu narasi besar yang kokoh dan konsisten?
Jawabannya sederhana: aku bukan sedang membangun menara gading ideologis. Aku sedang berjalan di medan penuh kabut bernama kehidupan, dan terkadang, langkah kaki ke kiri dan ke kanan bukanlah bentuk kesesatan' melainkan bentuk dari pencarian.
Konsistensi: Simbol Keamanan Palsu
Bagi banyak orang, konsistensi dianggap sebagai bentuk kedewasaan, kebijaksanaan, atau integritas. Tapi aku melihatnya sebagai topeng kenyamanan. Konsistensi sering kali menjadi pelarian dari ketidakpastian. Ia dipuja bukan karena kebenaran, melainkan karena memberikan rasa aman.
Apa yang Mendorong Orang Memuja Konsistensi?
- Takut terlihat plin-plan
- Ingin membangun citra yang kokoh di mata publik
- Enggan menghadapi kompleksitas dan ambiguitas
- Menghindari kritik sosial dan intelektual
Namun aku percaya, ketidakkonsistenan bukan berarti kebingungan. Kadang itu adalah rekaman real-time dari pikiran yang masih bernapas.
Gagasan Seharusnya Bertumbuh, Bukan Dipenjara
Jika seseorang menuntut konsistensi mutlak, maka ia sebenarnya sedang menolak kemungkinan untuk tumbuh. Ide-ide yang hidup, layaknya organisme, perlu bergerak, berubah bentuk, dan bahkan kadang saling bertentangan satu sama lain sebelum akhirnya menemukan bentuk baru yang lebih matang.
Pertumbuhan Pikiran Terjadi Lewat
- Eksplorasi dan eksperimen ide
- Konfrontasi terhadap kenyataan baru
- Evaluasi ulang terhadap kepercayaan lama
- Keberanian mengakui kesalahan
Jika aku hari ini tidak bisa menyangkal versiku yang kemarin, maka untuk apa aku menulis?
Blog Ini Adalah Laboratorium, Bukan Kitab Suci
Blog ini bukan tempat untuk menulis fatwa. Ia adalah ruang eksperimen. Kadang aku menulis dari sudut pandang idealis, kadang dari kacamata sinis. Kadang aku marah, kadang aku merenung. Tapi semua itu adalah bagian dari satu hal yang utuh: kejujuran.
Berikut ini perbandingan antara menulis sebagai "konsistensi" vs menulis sebagai "eksplorasi":
Menulis untuk Konsistensi | Menulis untuk Eksplorasi |
---|---|
Menjaga citra yang stabil | Mengeksplorasi ide tanpa beban citra |
Takut kontradiksi | Merangkul kontradiksi sebagai proses |
Mengulang ide lama agar terlihat solid | Memperbarui ide berdasarkan pengalaman baru |
Mengejar pembenaran | Mengejar pemahaman |
Mereka yang Takut Perubahan Akan Mencari Tempat Aman di Konsistensi
Aku tidak menyalahkan mereka yang mencintai konsistensi. Dunia ini memang tak ramah terhadap perubahan. Tapi bagiku, terlalu lama menetap dalam satu kerangka berpikir justru lebih menakutkan. Itu seperti mengurung diri dalam penjara pemikiran yang dibuat sendiri.
Efek Buruk Terlalu Menyanjung Konsistensi
- Membunuh kreativitas
- Menolak pembaruan pandangan
- Menjadi keras kepala dalam kesalahan
- Menghakimi orang yang sedang bereksplorasi
Sementara itu, perubahan adalah tanda bahwa aku masih hidup' masih berpikir, masih menyerap, masih mempertanyakan.
Aku Menulis untuk Meragukan, Bukan Menetapkan
Banyak orang menulis seolah-olah mereka sedang menetapkan hukum alam. Aku tidak seperti itu. Aku menulis untuk bertanya, bahkan jika pertanyaannya terdengar bodoh. Aku menulis untuk menyuarakan kebingungan, bukan untuk memberi jawaban pasti.
Aku tahu bahwa sebagian orang mencari tulisan yang “kuat secara prinsip”, yang memiliki fondasi ajaran yang jelas dan tak goyah. Tapi kalau kamu mencari itu, maka blog ini bukan tempatnya.
Kritik Terhadap Tulisan yang Kontradiktif? Terima Kasih.
Aku senang jika ada yang menyadari bahwa tulisanku bertentangan satu sama lain. Itu artinya kamu membaca dengan teliti. Tapi aku juga ingin bilang: jangan berharap aku akan memohon maaf atas ketidakkonsistenan itu. Karena dalam ketidakkonsistenan itulah aku menemukan kemungkinan.
Apa yang Bisa Kamu Ambil dari Tulisan Ini?
- Bahwa pemikiran tidak harus selalu linear
- Bahwa menjadi kontradiktif bukan berarti tidak tahu arah
- Bahwa menulis adalah proses bertanya, bukan menjawab
- Bahwa keberanian berpikir lebih penting dari menjaga citra
Penutup: Konsistensi Adalah Pilihan, Bukan Keharusan
Tulisan ini bukan untuk menyerang mereka yang hidup dengan konsistensi. Tapi ini adalah penegasan bahwa aku memilih jalan lain. Jalan yang penuh perubahan, penuh keraguan, dan penuh pembaruan.
Karena aku lebih takut menjadi ide yang membatu, daripada menjadi gagasan yang bergerak walau tak sempurna. Konsistensi, bagi banyak orang, mungkin adalah daya tarik. Tapi bagiku, ia adalah selimut nyaman yang bisa mengubur kemungkinan-kemungkinan baru.
Aku lebih memilih diganggu oleh perubahan, daripada tertidur dalam ketenangan palsu.
Posting Komentar