Melampaui Baik dan Jahat: Übermensch Ngak Bahaya Tah?
Di era ketika semua orang bicara tentang menjadi versi terbaik diri sendiri, Friedrich Nietzsche datang membawa petir: "Jangan jadi baik. Ciptakan nilai baru." Lewat konsep Übermensch 'Thus Spoke Zarathustra', ia tidak hanya menantang moralitas, tapi juga menggugat dasar eksistensi manusia modern. Tapi apa jadinya kalau gagasan ini dijalankan mentah-mentah?
Artikel ini mengajak kita menyelami konsep Übermensch secara
ringan tapi tajam, dan melihat potensi bahayanya jika disalahpahami' atau lebih
buruk lagi, diterapkan tanpa kendali.
Apa Itu Übermensch?
Dalam karyanya Thus Spoke Zarathustra, Nietzsche
memperkenalkan Übermensch sebagai manusia yang melampaui moralitas lama. Ia
bukan budak agama, norma, atau nilai yang diwariskan secara turun-temurun. Ia
menciptakan maknanya sendiri.
Nietzsche menyebut: "Tuhan telah mati." Maksudnya?
Bukan soal agama saja, tapi bahwa sistem nilai lama sudah tak relevan. Manusia
butuh arah baru. Übermensch adalah simbol dari arah baru itu.
Ciri-Ciri Übermensch
- Tidak
tunduk pada moralitas kolektif (morality), tapi menciptakan nilai personal
- Berani
hidup otentik dan menerima seluruh penderitaan dunia sebagai akibatnya
- Tidak
mengejar validasi atau popularitas
- Memaknai
hidup bukan sebagai kesusahan, tapi tantangan yang harus dipeluk
Kenapa Bisa Dianggap Bahaya?
Konsep ini memang terdengar heroik. Tapi... di tangan yang
salah, bisa jadi sangat destruktif. Ketika seseorang mengklaim diri sebagai
"pencipta nilai", lalu menolak segala kritik, apa bedanya dengan
diktator?
Banyak yang salah tafsir. Mereka pikir jadi Übermensch
artinya bebas dari aturan dan boleh bertindak semaunya. Inilah jebakan: ketika
kehendak berkuasa (will to power) berubah jadi penindasan.
Risiko Kalau Disalahartikan
Aspek |
Risiko |
Kebebasan pribadi |
Berubah jadi egoisme ekstrem tanpa perenungan |
Pencipta nilai |
Justifikasi atas tindakan menyimpang yang tidak serius dipikirkan lebih dalam |
Penolakan moralitas lama |
Kehampaan makna (nihilisme) |
Lingkaran Setan: Ketika Nilai Baru Jadi Topeng
Dalam masyarakat, sering terjadi: seseorang menciptakan
sistem baru dengan alasan keluar dari moralitas lama. Tapi siapa yang diuntungkan?
Biasanya' dia sendiri.
Contohnya: seorang pemimpin mempekerjakan orang dekat atas
nama kepercayaan, bukan kompetensi. Ia menciptakan nilai loyalitas di atas
kinerja. Tapi hasilnya? Sistem tidak sehat. Yang layak tersingkir, yang dekat
naik. Awalnya iktikad baik, akhirnya siklus nepotisme.
Übermensch dalam Konteks Modern
Apakah kita bisa jadi Übermensch di dunia sekarang? Sulit.
Kita hidup dalam masyarakat yang kompleks, dengan hukum, etika, dan ekspektasi
sosial. Tapi bukan berarti kita tidak bisa mengambil semangatnya.
Bukan untuk melawan dunia, tapi untuk berani bertanya ulang
pada nilai-nilai yang kita anut. Apakah kita percaya pada itu, atau hanya
mengulang warisan?
Penerapan Sehat
- Mengembangkan
nilai hidup sendiri, tapi tidak memaksakan pada orang lain
- Menolak
kemunafikan, tapi tetap membuka dialog diskusi
- Hidup
otentik, tapi sadar bahwa kita hidup berdampingan
Nietzsche, Moralitas, dan Morale
Nietzsche menyerang morality tanpa dasar, yang menurutnya sering jadi alat penindasan dan disalah gunakan. Tapi ia tidak menyerang morale,
yakni semangat hidup, keberanian, dan integritas batin. Justru Übermensch
adalah sosok yang punya morale tinggi, meski tidak tunduk pada moralitas massa.
Kesimpulan
Nietzsche bukan mengajak kita jadi anti-sosial. Ia mengajak
kita berpikir ulang. Übermensch bukan pahlawan super, tapi manusia yang mampu
mencipta makna tanpa takut akan penghakiman sosial.
Tapi jangan salah jalan. Menolak moralitas lama bukan
berarti bebas semaunya. Bebas berpikir harus datang bersama tanggung jawab dan
kesadaran bahwa dunia tidak hanya dihuni oleh kita sendiri.
Melampaui baik dan jahat bukan tugas semua orang. Tapi jika kau ingin mencoba' bersiaplah untuk berdiri sendirian dan dicurigai oleh dunia yang mencintai kenyamanan moralnya.
Posting Komentar