Bukan Soal Malas atau Tak Layak: Ada yang Perlu Kita Bicarakan Soal Dunia Kerja

Daftar Isi

Pernah nggak kamu merasa sudah berusaha keras cari kerja, apply ke mana-mana, bahkan rela tidak sesuai background profesi ataupun bahkan dibayar di bawah standar, tapi tetap belum dapat panggilan juga?

Banyak orang mengalami hal serupa. Sayangnya, narasi yang berkembang justru menyudutkan pencari kerja sebagai malas, tidak berusaha, tidak kompeten ataupun terlalu pilih-pilih.

Padahal, ada banyak hal lain yang bekerja diam-diam dalam sistem perekrutan kerja di Indonesia. Artikel ini mencoba membahasnya' tanpa marah, tanpa menyalahkan siapa-siapa. Tapi kita perlu bicara, demi masa depan yang lebih sehat dan adil.

Masalah Sistemik di Dunia Kerja Indonesia

1. “Orang Dalam” Masih Jadi Kunci

Meskipun tidak semua perusahaan seperti itu, tapi budaya nepotisme masih sangat kuat. Pekerjaan seringkali diberikan kepada kerabat, teman, atau kenalan, bukan karena kompetensinya, tapi karena kedekatan.

  • Lowongan hanya formalitas karena posisi sudah “dipesan”.
  • Kepercayaan dibangun bukan dari CV, tapi dari hubungan sosial.
  • Talent berbakat dari luar jaringan jadi sulit bersaing.

2. Penampilan Masih Diutamakan

Ini kenyataan pahit. Di beberapa sektor, khususnya posisi yang berinteraksi langsung dengan klien, good looking, berusia muda sering dianggap nilai plus' kadang malah lebih utama dari skill.

  • Kandidat yang biasa saja bisa tersingkir hanya karena tidak memenuhi standar visual subjektif.
  • HRD kadang terlalu fokus pada image perusahaan daripada efisiensi kerja.

3. HRD yang Terlalu Kaku

Beberapa HRD di Indonesia masih menilai pelamar dari hal-hal formal seperti:

  • Lulusan dari Universitas kredibel, meski pekerjaannya bisa dilakukan siapa saja.
  • Usia maksimal 25 tahun untuk posisi yang sebenarnya bisa dilakukan siapa pun.
  • Jurusan kuliah yang “harus persis” meski yang perlu ditest adalah skillnya.

Padahal yang lebih penting adalah attitude, kemampuan belajar cepat, dan pengalaman praktis.

Perbandingan: Sistem Perekrutan di Indonesia vs Negara Lain

Aspek Indonesia Negara Lain
Fokus Rekrutmen Koneksi & Formalitas Skill & Portofolio
Usia & Penampilan Masih jadi pertimbangan utama Dilarang diskriminasi usia & fisik
Proses Seleksi Banyak disaring oleh HR non-teknis Biasanya langsung dites teknis atau interview panel
Peluang Tanpa Gelar Terbatas Terbuka lebar jika punya skill

Kenapa Ini Penting Dibahas?

1. Supaya Kita Bisa Jujur dan Berkaca

Banyak dari kita sudah berusaha maksimal, tapi tetap terjebak dalam sistem yang tidak transparan. Dengan menyadari ini, kita bisa mengurangi rasa rendah diri yang tidak perlu.

2. Agar Perusahaan Lebih Terbuka pada Perubahan

Dunia berubah cepat. Perusahaan yang mengandalkan koneksi semata akan kalah dari mereka yang merekrut berdasarkan kualitas dan potensi.

3. Mendorong Budaya Meritokrasi

Indonesia butuh orang-orang kompeten di semua lini, bukan hanya yang “dekat dengan yang kenal”. Meritokrasi bukan utopia' itu bisa dicapai kalau kita mulai dari kesadaran bersama.

Lingkaran Setan Nepotisme: Iktikad Baik yang Jadi Masalah

Pada awalnya, mempekerjakan teman, saudara, atau kenalan mungkin muncul dari iktikad baik' memberi kesempatan pada orang dekat untuk berkembang bersama.

Tapi di balik niat itu, tersembunyi lingkaran setan yang menggerus kualitas:

  • Orang yang “dekat” diprioritaskan, meski kinerjanya biasa saja bahkan ngak becus 💀.
  • Orang lain yang sebenarnya lebih kompeten justru tersingkir tanpa peluang.
  • Kinerja tim stagnan, tapi tetap dipertahankan karena rasa tidak enak atau gengsi pribadi.

Masalahnya bukan cuma siapa yang direkrut, tapi siapa yang tidak pernah diberi kesempatan. Dan itu menciptakan efek domino dalam organisasi' turunnya produktivitas, motivasi kerja yang rendah, integritas ancur dan budaya profesional yang mandek.

Jika budaya ini terus berlanjut, maka perusahaan atau instansi bisa masuk ke dalam fase “jalan di tempat” atau bahkan menurun. Iya, semuanya dimulai dari keputusan kecil yang keliru. Bayangkan jika budaya seperti ini berlanjut yang tidak cuma mempengaruhi perusahaan tapi juga negara.

Penutup: Kita Layak Mendapat Sistem yang Lebih Adil

Bukan berarti kita harus menyalahkan semuanya. Tapi membahas kenyataan ini bisa jadi langkah awal. Mungkin saat ini kamu belum mendapatkan pekerjaan impianmu, tapi itu bukan karena kamu tidak layak.

Bisa jadi sistemnya yang masih perlu banyak diperbaiki. Dan kita semua’ baik pencari kerja, HRD, maupun pemilik usaha’ punya andil dalam perubahan itu.

Yuk, mulai bicarakan ini lebih luas. Biar sistem kerja kita ke depan bukan cuma soal "siapa kenal siapa", tapi "siapa yang benar-benar bisa kerja."

Posting Komentar

💬 Komentar Terbaru di Blog